Harian KOMPAS , Minggu 8 September 2007, menulis artikel tentang dunia Pelatihan, dan Ikhwan SOPA sang Master Trainer E.D.A.N. menjadi salah satu narasumbernya. Silahkan simak artikelnya.
Jadi Harimau Ganas atau EDAN ?
DAHONO FITRIANTO dan FRANS SARTONO
Anda mau meraih sukses dan hidup mulia? Gampang. Sekarang ini ”sukses” dan ”hidup mulia” diperlakukan seperti kata benda, dikemas dan diperdagangkan lewat apa yang disebut ”training” atau pelatihan.
Tinggal buka-buka brosur, atau kalau Anda dalam posisi kunci di perusahaan, pasti juga akan didatangi ”marketing” usaha-usaha training. Lihatlah yang dipromosikan Kubik Training & Consultancy, sebuah lembaga konsultan pengembangan sumber daya manusia yang dirintis tiga partner, yakni Farid Poniman, Indrawan Nugroho, dan Jamil Azzaini. Mereka bertiga menulis buku berjudul Kubik Leadership yang menjadi dasar sebuah paket pelatihan kepemimpinan diri judul sama.
Dalam pelatihan selama tiga hari, peserta dijanjikan meraih sukses dan hidup mulia. Sukses, menurut Kubik, ditandai dengan pencapaian 4-TA, yakni harta, takhta, kata, dan cinta.
Maka, karena tampak sedemikian sederhananya hidup—kompleksitas persoalan manusia bisa dijawab dengan training—saat ini hampir tak ada perusahaan atau korporasi yang tidak memberikan training pengembangan pribadi kepada para karyawannya.
Sementara para penyedia jasa training juga menggelar pelatihan yang terbuka untuk umum atau public training. Dengan mengeluarkan ”investasi” sebesar Rp 2.950.000 per kepala, semua orang bisa mengikuti pelatihan Kubik Leadership selama tiga hari penuh. ”Kami mengadakan public training lima kali dalam setahun. Target kami adalah masyarakat menengah-atas yang profesional dan expert,” tutur Jamil (39), yang mendapat gelar Inspirator Sukses Mulia dari rekan-rekannya.
Harimau ganas
Materi yang disampaikan dalam training semacam itu bervariasi, mulai dari kepemimpinan, pengambilan keputusan, bekerja dalam tim dan teknik berbicara di depan umum, hingga yang lebih spesifik, seperti teknik pemanfaatan hipnosis untuk penjualan (hypnoselling) dan teknik mengatur bawahan melalui pemakaian bahasa yang berefek hipnotis (hypnolinguistic). Semua menjanjikan satu hal: sukses.
Simak kalimat promosi sebuah acara workshop yang digelar Balanced Training & Organizer (BTO) di Hotel Ciputra, 10 Maret lalu: ”Bagaimana menjual seperti HARIMAU GANAS untuk melumpuhkan kompetitor Anda”.
Barangkali, memang ini fase lebih lanjut dari kapitalisme global. Kalau dalam pandangan Weber sekitar seabad lalu ada dasar-dasar etik Protestanisme di balik kapitalisme (termasuk di dalamnya altruisme dan kasih), sekarang kapitalisme itu menentukan nilainya sendiri. Dalam bahasa Benjamin Barber dalam Consumed (2007), keserakahan (greed) menjadi bentuk altruisme itu. Semua itu, masih menurut Barber, dibungkus atau disamarkan dalam ambisi-ambisi artifisial.
Dalam situs BTO di internet, www.balanced.biz, dimuat sebuah artikel berjudul ”Bagaimana Membuat Konsumen MELOTOT Melihat Produk Atau Jasa Anda Seperti Pria Melihat Wanita Cantik Berbikini”.
Kekuatan rahasia
Menurut Welly Mulia, salah satu pendiri BTO, pihaknya mengajarkan tentang ”kekuatan rahasia” dalam bernegosiasi. Ada pula program sales atau pemasaran yang meliputi mind control selling, hypnotic selling, sampai selling with emotional intelligence. ”Hypnoselling pengertiannya tidak berkaitan dengan magic. Kami sosialisasikan hypnoselling sebagai ilmu yang ilmiah untuk memotivasi orang membeli,” papar Welly, yang bahkan menerapkan metode firewalking alias berjalan di atas bara api—mungkin seperti latihan debus— dalam program pengembangan pribadi.
Di tempat lain, Ikhwan Sopa mendapat julukan Master Trainer EDAN. Diberi julukan demikian, karena Ikhwan-lah yang menemukan metode Power Workshop EDAN, sebuah metode pengembangan diri yang dipromosikan ”akan mentransformasi diri Anda menjadi orang yang jauh lebih percaya diri” dan memungkinkan Anda, antara lain, ”membangun suasana kerja yang spartan dan penuh semangat”.
EDAN adalah singkatan dari Energy (energi), Dignity (martabat), Anticipation (antisipasi), dan Nothing to lose (enggak ada ruginya). Saat ini jadwal Ikhwan sudah padat, melakukan road show menggelar training di berbagai kota di seluruh Indonesia.
Berbeda-beda
Para trainer dan penyedia jasa training tersebut berasal dari berbagai latar belakang. Welly dulunya bekerja di perusahaan distributor pita film seluloid. Setelah mengikuti berbagai seminar dan training pengembangan diri, Welly merasa ada perubahan cara berpikir. ”Training-training seperti itu mengubah mindset saya. Saya menjadi termotivasi, dan muncul ide untuk mendirikan jasa training,” kata Welly yang mendirikan BTO tahun 2004.
Sementara Jamil Azzaini adalah alumnus Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB). Setelah lulus tahun 1992, dia sempat bekerja di Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) IPB dan Dompet Dhuafa Rebublika. Tahun 1995, ia mulai aktif sebagai pembicara publik dengan berbagai tema. ”Waktu itu Indonesia mulai dilanda krisis, dan saya berpendapat krisis terjadi karena masalah SDM. Jadi saya ingin memberikan sumbangsih saya dalam perbaikan SDM ini,” tutur Jamil yang mulai fokus menjadi trainer sejak 1999.
Ikhwan sendiri baru memulai workshop EDAN-nya setahun lalu. Metode dan materi pelatihannya diperoleh dari pengalamannya sendiri selama 18 tahun bekerja di berbagai lingkungan. ”Saya dulu sempat bekerja di Departemen Keuangan, kemudian setelah itu bekerja di sebuah konsultan keuangan. Saya memutuskan meninggalkan semuanya itu karena saya ingin fokus sebagai professional trainer, dan secara nyata saya lebih menyukai bidang ini,” papar lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) ini.
Dunia memang bergerak supercepat sekarang. Itu yang menyebabkan di beberapa negara maju seperti di Eropa mulai dikenal usaha ”perlambatan” gerakan budaya. Atau kalau di lingkungan dekat kita, kita masih bisa bersyukur, ada nyonya yang menjual gepuk, dalam jumlah yang itu-itu saja—tidak menjadi produk massal—demi keinginan berbagi enaknya masakannya dengan orang lain. Atau penjual mi goreng, dengan tungku arang, yang mengajak orang tidak hanya sekadar nyam-nyam, tapi sabar menanti, bahkan untuk sebuah kenikmatan kecil.